TALAK (PERCERAIAN)

 

TALAK (PERCERAIAN)

Macam-macam Talak 

Talak (perceralan) ada 2 macam, yaltu:
  1. Talak yang diucapkan dengan kata-kata jelas (shariih). 
  2. Talak yang diucapkan dengan sindiran (kinayah). 

Talak sharih memiliki 3 pelafalan:
  1. Dengan pelafalan talak itu sendiri (at-thalaq). 
  2. Dengan pelafalan pisah (aI-firaq). 
  3. Dengan pelafafan lepas (as-sarah). 

Talak yang dilafalkan dengan jelas (shariih), tidak membutuhkan niat.
Sedangkan talak yang dilafalkan dengan sindiran (kinayah), maka setiap pelafalan yang mengandung kalimat talak membutuhkan niat.

Wanita dalam masalah perceraian ada 2 macam, yaitu: 

  1. Wanita yang hukum menceraikannya sunah dan bid’ah. Yang sesuai dengan hukum sunah, yaitu menjatuhkan talak ketika istri dalam keadaan suci (tidak haid), dan tidak digauli. Sedangkan yang hukumnya bid’ah (tidak sesuai sunah) adalah menjatuhkan talak ketika istri dalam keadaan haid, atau suci akan tetapi habis dijimak. 
  2. Wanita yang hukum menceraikannya tidak sunah dan tidak bid’ah dalam hal ini ada 4 macam: Wanita yang masih kecil, Wanita yang sudah tidak haid (menopause), Wanita yang sedang hamil, Wanita yang mengajukan khulu’. 

Talak bagi Orang yang Merdeka dan Budak 

Laki-laki yang merdeka memiliki hak talak tiga sekaligus, sedangkan seorang hamba sahaya hanya memiliki hak talak 2.
Hukum talak yang dikecualikan hukumnya sah, asalkan suami menyambung ucapan yang pertama dengan kalimat pengecualian,
Ta’Iik dalam perceraian (perceraian yang bersyarat) hukumnya sah, asalkan terpenuhi syarat dan sifat-sifatnya. Dan talak tidak mungkin terjadi sebelum ada ikatan pernikahan.

Suami-suami yang Tidak Sah Menjatuhkan Talak 

4 macam suami yang tidak sah perceraiannya, yaitu:
  1. Anak kecil. 
  2. Orang gila. 
  3. Orangyang sedang tidur. 
  4. Orang yang dipaksa. 

Talak Raj’i

Jika suami menjatuhkan talak 1 atau 2 pada istrinya, suami boleh rujuk (kembali pada istrinya), asalkan masa iddah-nya belum selesai. Jika masa iddah-nya telah selesai, suami boleh menikahi istrinya dengan akad baru. Kedudukan suami (setelah kembali), memiliki talak yang tersisa.
Jika suami menjatuhkan talak 3 kepada istrinya, suami tidak bisa kembali kepada istrinya kecuali terpenuhi 5 syarat:
  1. Telah habis masa iddah-nya. 
  2. Mantan istri telah dinikahi laki-laki lain. 
  3. Mantan istri telah dijimak (disetubuhi) suami barunya. 
  4. Kedudukan perceraian mantan istri jelas. 
  5. Telah habis masa iddah perceraiannya suami kedua. 

Sumpah Li’an 

Jika suami bersumpah tidak menjimak (menggauli) istrinya selamanya atau selama waktu 4 bulan, maka yang demikian itu dinamakan sumpah li’an. Jika karena sumpah li’an tersebut istri menggugat cerai, maka bagi suami ditangguhkan selama 4 bulan. Kemudian setelah itu, suami diberikan pilihan antara kembali pada istrinya membayar kafarat, atau mentalak istrinya. jika suami enggan memilih, maka hakim berhak menjatuhkan talaknya.

Dzihar 

Dasar hukum tentang dzihar terangkum dalam firman Allah, QS. al-Mujadalah ayat 3 dan 4:

“Orang-orang yang mendzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." 
"Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.” (QS. aI-Mujadalah ayat 3 dan 4) 

Dzihar adalah ketika suami berkata pada istrinya “Bagiku engkau seperti punggung ibuku,” jika kalimat tersebut diucapkan suami kepada istrinya dan tidak disertai talak, maka bagi suami boleh kembali kepada istrinya dengan membayar kafarat.

Kafarat Dzihar 

Kafarat yang wajib ditunaikan suami adalah memerdekakan budak mukmin yang tidak memiliki cacat, yang bisa mengganggunya bekerja dan berusaha. jika suami tidak mendapatkan, maka berpuasa 2 bulan berturut-turut, dan jika suami tidak mampu, maka suami bersedekah memberi makan 60 orang miskin, tiap-tiap 1 orang mendapatkan 1 mud. Dan suami yang melakukan dzihar tidak diperbolehkan menjimak (menyetubuhi) istri, kecuali setelah niembayar kafarat.

Hukum Li’an 

Jika seorang laki-laki menuduh istrinya berzina, maka hukum bagi suami dikenakan qadhat kecuali suami mampu memberikan bukti, atau berani bersumpah dengan melaknat dirinya (jika memang yang dituduhkan itu benar). Suami tersebut menyatakan pernyataannya di depan hakim, atau pada perkumpulan manusia di Masjid jami’ di atas mimbar, atau pada perkumpulan manusia, (perkataan suami tersebut): “Saya bersaksi dengan Allah, bahwa sesungguhnya saya termasuk orang yang benar, atas tuduhan zina yang saya tuduhkan kepada istri saya, (fulan: contoh nama istri) memang termasuk orang-orang yang berzina, sungguh anak ini adalah anak dari hasil perzinaan, dan bukan dari anak saya,” perkataan tersebut diucapkan sebanyak 4 kali, kemudian perkataan yang kelima diucapkan setelah hakim memberi nasihat, “Semoga Allah melaknat diriku, jika aku termasuk golongan orang-orang yang berdusta.”

Selain itu, berhubungan dengan 1i’an ada 5 perkara:
  1. Gugurnya had (hukuman) bagi suami. 
  2. Istri wajib menjalani hukuman. 
  3. Hilangnya pergaulan hubungan suami-istri. 
  4. Anak tersebut tidak diakui sebagai anak suarni. 
  5. Bagi suami, dihararnkan menikahi mantan istrinya selamanya. 

Hukuman bagi seorang istri bisa rnenjadi gugur, jika istri tersebut berani melaknat dirinya sendiri, dengan perkataan: “Saya bersaksi kepada Allah, sesungguhnya fulan (contoh nama suami) termasuk golongan orang-orang yang berdusta, atas tuduhan perzinaan kepada saya. perkataan ini diucapkan sebanyak 4 kali, dan perkataan yang kelima setelah hakim memberikan nasihat, “Bagi saya murka Allah jika dia (suami saya) termasuk orang-orang yang benar.”

Hukum Iddah 

Iddah adalah masa yang ditentukan hukum syar’i setelah perceraian, di mana hal itu wajib bagi perempuan untuk menunggu dalam masa itu dan tidak boleh rnenikah kembali sampai masa tersebut selesai.
Wanita yang menjalani masa iddah ada 2, yaitu: wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dan wanita yang tidak ditinggal mati suaminya (diceraikan suaminya).
  1. Wanita yang dalam masa iddah karena ditinggal mati oleh suaminya jika dia sedang hamil, maka iddah-rtya sampai masa melahirkan. Dan jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil, maka masa iddah-nya 4 bulan 10 hari. 
  2. Wanita yang menjalani masa iddah karena diceraikan suaminya jika wanita tersebut hamil, maka masa iddah-nya sampai melahirkan. Jika wanita tersebut tidak hamil dan masih me ngalam haid, maka masa iddah-nya 3 quru’ (3 kali suci). Jika wanita tersebut masih kecil (belum haid) atau sudah tidak haid, maka iddah wanita tersebut 3 bulan. 

Wanita yang diceraikan sebelum dijimak (digauli), maka tidak memiliki masa iddah.

Iddah bagi Budak Perempuan 

Masa iddah amat (wanita hamba/budak) ketika dalam keadaan hamil, maka masa iddah-nya seperti masa iddah wanita yang merdeka. Jika dihitung dengan hitungan quru’, maka wanita amat (hamba sahaya/budak) hanya memiliki masa iddah 2 quru’, jika dihitung dengan hitungan bulan, maka wanita amat (hamba sahay / budak)memiliki masa iddah 2 bulan 5 malam.
jika wanita amat (hamba sahaya/budak) diceraikan, maka masa iddah-nya 1½ (satu setengah) bulan, jika wanita amat (hamba sahaya/budak) tersebut menjalaninya dengan hitungan 2 bulan, maka lebih baik baginya.

Nafkah Bagi Wanita yang Ditalak Raj’i 

Wanita yang menjalani masa iddah karena ditalak raj’i (talak yang masih bisa kembali), wanita tersebut wajib mendapatkan ternpat tinggal dan nafkah (dari suaminya).
Wanita yang menjalani masa iddah karena ditalak ba’in (talak yang sudah tidak ada hak bagi suami untuk kembali merujuknya), maka wanita tersebut wajib mendapatkan tempat tinggal, dan tidak wajib mendapatkan nafkah, kecuali dia sedang hamil.

AI-Ihdad 

Bagi wanita yang ditinggal mati suaminya wajib baginya al ihdad, yaitu tidak boleh berhias dan rnemakai wewangian.
Bagi wanita yang ditinggal mati suaminya dan wanita yang ditalak ba’in (talak yang sudah tidak ada hak bagi suami untuk kembali rnerujuknya) wajib berdiam di rumah, kecuali ada kebutuhan.

Istibra’ (Penyucian Rahim) 

Barang siapa memiliki budak amat (budak perempuan) yang baru, rnaka haram baginya menjimaknya kecuali telah melakukan istibra’ (penyucian rahim). Jika amat (hamba sahaya/budak) tersebut masih mengalami haid, maka rnasa iddah-nya 1 kali haid, jika wanita tersebut menjalani iddah-nya dengan perhitungan bulan, maka masa iddah-nya 1 bulan saja. Dan jika dia wanita yang sedang hamil, maka masa iddah-nya sampai melahirkan.
jika tuan dan ummu al-walad meninggai dunia, maka wanita tersebut harus menjalani masa iddah-nya sebagaimana wanita amat (hamba sahaya!budak).

Menyusui Anak 

Jika wanita menyusui anak orang lain dengan air asinya,
maka anak tersebut menjadi anak susuannya dengan 2 syarat:
  1. Anak yang disusui tersebut usianya belum mencapai 2 tahun. 
  2. Anak yang disusui tersebut menyusu sebanyak 5 kali susuan Yang berbeda-beda. 

Setelah itu, suami wanita yang menyusui tersebut menjadi ayah dan anak tersebut.
Bagi anak yang disusui, haram menikahi wanita yang menyusuinya dan semua wanita yang se-nasab dengannya.
Bagi wanita yang menyusui, haram dinikah oleh anak yang disusui, dan anak dan anak yang disusui, tidak termasuk (haram dinikahi) orang yang sederajat dengannya (dalam nasab) atau Iebih tinggi tingkatan derajatnya.

A1-Hadhanah (Hak Asuh Anak) 

Jika suami menceraikan istrinya dan baginya mempunyai anak dan istri tersebut, maka bagi sang istri lebih berhak atas hak asuh anak, sampai berusia 7 tahun. Kemudian (setelah anak berusia lebih dan 7 tahun, anak diberi hak untuk memilih (antara ibu dan bapaknya). Siapa saja yang dipilih oleh anak, maka hak asuh anak diberikan kepadanya.

Syarat-syarat aI-Hadhanah

Syarat-syarat aI-hadhanah (hak asuh anak bagi istri) ada 7:
  1. Berakal. 
  2. Merdeka. 
  3. Beragama Islam 
  4. Bisa menjaga kehormatan. 
  5. Dapat dipercaya. 
  6. Bermukim pada daerah yang jelas. 
  7. Tidak bersuami. 
Jika kurang dan syarat-syarat di atas, maka hak asuh anak menjadi gugur.


TALAK (PERCERAIAN) 4.5 5 Mustika Nata Tunggal TALAK (PERCERAIAN) Macam-macam Talak  Talak (perceralan) ada 2 macam, yaltu: Talak yang diucapkan dengan kata-kata jelas (shariih). ...